TEORI HANS J EYSENCK
Psikologi Kepribadian menurut Hans J. Eysenck
merupakan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana
ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkahlaku itu berasal dan
dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang
mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif (intelegence), sektor konatif
(character), sektor afektif (temperament), sektor somatic (constitution).
STRUKTUR KEPRIBADIAN
Menurut Eysenck, kepribadian tersusun dalam suatu
hierarki yang memiliki 4 tingkatan berdasarkan tingkat keumumannya, yakni :
1. Type
2. Trait
3. Habitual Response
4. Specific Response
Keempat
macam deskripsi mengenai kepribadian ini bersangkutan dengan keempat macam
factor dalam analisis factor, yaitu:
1. Type bersangkutan dengan general factor
2. Traits bersangkutan dengan group
(common) factor,
3. Habitual response bersangkutan dengan
special (specific) factor,
4. Specific response bersangkutan dengan
error factor.
Demikian
juga dalam bidang kognitif atau intelektual terdapat organisasi yang hirarkis
demikian iyu, yaitu:
1. Ideology
2. Attitude
3. Habiyual opinion
4. Specific opinion
Tentang
isi dari keempat deskripsi yang telah disebutkan dimuka itu adalah sebagai
berikut:
1. Specific response, yaitu tindakan atau
response yang terjadi pada suatu keadaan atau kejadian tertentu, jadi khusus
sekali.
2. Habitual response mempunyai corak yang
lebih umum daripada specific response, yaitu response-response yang
berulang-ulang terjadi kalau individu menghadapi kondisi atau situasi yang
sejenis.
3. Trait, yaitu sementara habitual response
yang paling berhubungan satu sama alain yang cenderung ada pada individu
tertentu.
4. Type, yaitu organisasi didalam individu
yang lebih umum, lebih mencakup lagi.
Dari keempat hal ini yang mendapat sorotan cukup
banyak dari Eyesenck adalah pengertian trait dan type.
TEORI FAKTORHANS J EYSENCK
Kriteria
untuk Mengidentifikasikan Faktor:
1. Kriteria pertama, bukti psikometri bagi
keberadaan faktor harus disusun. Yang terkait dengan kriteria ini adalah faktor
harus bisa diandalkan dan direplikasi. Penelitian lain dari labolatorium lain,
harus juga menemukan suatu faktor, dan para peneliti ini harus mengidentifikasi
secara konsisten ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme Eysenck.
2. Kriteria kedua, adalah faktor juga harus
memiliki sifat warisan dan cocok dengan model genetik yang ada. Kriteria ini
mengeliminasi karakteristik yang dipelajari, seperti kemampuan untuk meniru
pandangan pribadi yang terkenal atau keyakinan agama atau politik tertentu.
3. Kriteria ketiga, faktor harus masuk akal
dari sudut pandang teoretis. Eysenck menggunakan metode deduktif untuk
melakukan penelitiannya, dimulai dari teori dan kemudian mengumpulkan data yang
secara logis konsisten dengan teori tersebut.
4. Kriteria keempat, kriteria terakhir bagi
eksistensi sebuah faktor adalah faktor harus memiliki relevansi sosial, artinya
harus bisa dibuktikan bahwa faktor-faktor yang diperoleh secara matematis
memiliki kaitan (meski tidak selalu kausal). Dengan variabel-variabel yang
relevan secara sosial seperti ketagihan pada obat-obatan, kecerobohan untuk
melukai tanpa sengaja, performa menakjubkan dalam olahraga, perilaku psikotik,
kriminalitas, dan sebagainya.
HIERARKI FAKTOR-FAKTOR
PENGORGANISASIAN PERILAKU:
Kepribadian sebagai organisasi tingkahlaku oleh
Eysenck dipandang memiliki empat tingkatan hierarkis, berturut-turut dari
hierarki yang tinggi ke hierarki yang rendah: tipe-traits-habit-respon
spesifik.
1. Hirarki tertinggi : Tipe, kumpulan dari
trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.
2. Hirarki kedua : Trait, kumpulan
kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai
persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.
3. Hirarki ketiga : kebiasaan tingkah laku
atau berfikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/fikiran yang muncul
kembali nuntuk merespon kejadian yang mirip.
4. Hirarki terendah : Respon spesifik,
tingkah laku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon
terhadap suatu kejadian.
DIMENSI KEPRIBADIAN
HANS J EYSENCK
1. Psikotisme
Awalnya, teori Eysenck tentang
kepribadian didasarkan hanya kepada dua dimensi kepribadian-ekstraversi dan
neurotisme. Setelah beberapa tahun menganggap psikotisme (P) sebagai faktor
kepribadian sendiri, Eysenck akhirnya menaikannya ke posisi yang sama dengan E
dan N (Eysenck & Eysenck, 1976). Seperti ekstraversi dan neurotisme, P
adalah faktor yang bersifat bipolar, dimana psikotisme berada di satu kutubnya
dan superego di kutub yang lain.
Skor P yang tinggi seringkali berbentuk
egosentrisme, dingin, tidak bersahabat, implusif, kejam, agresif, penuh curiga,
psikopat, dan anti sosial. Pribadi yang rendah psikotismennya (mengarah kepada
superego) cenderung altrustik, berjiwa sosial, empatik, penuh perhatian,
kooperatif, bersahabat, dan kontrovensional (S. Eysenck, 1997).
Eysenck (1994) berhipotesis bahwa
manusia yang tinggi psikotismenya memiliki “predisposisi yang tingggi untuk
menjadi stres dan mengembangkan gangguan psikotik”. Menurut Eysenck (1994b, 1994c) semakin tinggi
skor psikotisme, semakin rendah tingkat stres yang dibutuhkan untuk mengundang
reaksi psikotik.
2. Ekstraversi
Konsep Eysenck tentang ekstraversi dan
introversi sebaliknya, lebih dekat dengan pengertian populer. Ekstraversi
terutama dicirikan oleh perasaan sosial dan keimplusifan namun oleh juga rasa
humor, kegairahan hidup, kepekaan terhadap hal-hal yang lucu, optimisme, dan
sifat-sifat lain yang mengindikasikan penghargaan terhadap hubungan dengan
sesamanya (Eysenck & Eysenck, 1969). Sedangkan pribadi introvert dicirikan
oleh sifat yang sebaliknya.
Menurut (Eysenck, 1982), perbedaan
ekstraversi dan intraversi bukanlah pada aspek behavioral, melainkan lebih pada
tartaran biologis dan genetik. Eysenck (1997) yakin bahwa sebab utama perbedaan
antara ekstraversi dan intraversi berada
di tingkat stimulasi kulit otak, sebuah kondisi fisiologis yang diwarisi
bukannya dipelajari. Karena pribadi ekstrover memiliki tingkat stimulasi kulit
otak lebih rendah ketimbang pribadi introver, mereka memliki ambang indrawi
lebih rendah mengalami reaksi lebih besar terhadap stimulasi indrawi.
3. Neurotisme
Superfaktor yang disarikan Eysenck
adalah neurotisme/stabilitas. Seperti ektraversi dan introversi, faktor N
memiliki komponen bawaan yang kuat. Orang yang skor neurotiknya tinggi sering
mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali
normal sesudah emosinya meningkat. Namun
neurotisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa
saja mendapat skor neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simptom-simptom
gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisisme mengikuti model
stres-diatesis (diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi lebih rentan
untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibandingkan skor N yang
rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan.
Dasar biologis dari neurotisisme adalah
kepekaan reaksi sistem syaraf otonom (ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang
yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingungan yang wajar sekalipun sudah
merespon secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik.
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata,
Sumadi. 1993. Psikologi Kepribadian. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
https://nindihong.wordpress.com/2013/12/22/psikologi-kepribadian-hans-j-eyesenck/
Komentar
Posting Komentar